Mereka menilai tindakan hanya mengambil kayu bernomor sebagai bentuk keserakahan di atas penderitaan orang lain.
Baca Juga: Jawa Tengah Siap Sambut 8,5 Juta Wisatawan di Libur Nataru, Lima Wilayah Jadi Magnet Utama
“Jangan rakus kalian, nanti diazab oleh Allah!” tegas seorang warga dengan nada penuh amarah.
Tuntutan Transparansi
Hingga kini, warga menuntut adanya transparansi serta bantuan pembersihan material banjir secara menyeluruh, bukan sekadar pengambilan kayu yang menguntungkan sepihak.
Baca Juga: Bajaj Tancap Gas di Yogyakarta: Solusi Transportasi Andal untuk Warga, Wisatawan, dan UMKM
Fenomena ini menambah deretan luka warga Aceh Tamiang yang merasa upaya pemulihan bencana dicederai oleh kepentingan oknum tertentu.
BPBD Aceh Tamiang bersama pemerintah daerah menyatakan bahwa pembersihan material banjir akan dilakukan secara menyeluruh.
Mereka menegaskan tidak ada kebijakan resmi yang mengizinkan praktik “tebang pilih” kayu bernomor.
Baca Juga: IFG Goes to Campus 2025: 400 Mahasiswa Belajar Keuangan Berkelanjutan di Binus
Fokus utama saat ini adalah:
- Membuka akses jalan dan jembatan yang tertutup kayu.
- Menyalurkan bantuan logistik ke desa-desa terisolasi.
- Mengkoordinasikan relawan agar pembersihan dilakukan secara total, bukan parsial.
Fenomena dugaan “mafia kayu” di tengah bencana menambah luka warga Aceh Tamiang. Pemerintah pusat dan daerah kini dituntut untuk memastikan bahwa pembersihan kayu dilakukan demi keselamatan warga, bukan keuntungan segelintir pihak.**