“Tumben sebanyak dan sederas hari ini, sampai-sampai di medsos ramai-ramai menyebutnya gunung menangis,” katanya.
Baca Juga: Mahasiswa DKV ISI Surakarta Hasilkan Ilustrasi Merchandise Kreatif Lewat Program Magang MBKM
Sawah Warga Terendam
Debit air yang meningkat membuat sungai meluap dan merendam sekitar tiga hektare sawah warga.
Hujan deras yang berlangsung sekitar dua jam disebut sebagai faktor utama, ditambah alih fungsi lahan untuk pembangunan vila maupun perkebunan.
“Menurut analisis saya, intensitas hujan sangat tinggi dan alih fungsi lahan memperparah kondisi,” jelas Rijal.
Berkaca dari Banjir 2012
Fenomena ini mengingatkan warga pada banjir bandang Maret 2012 silam. Saat itu, sedikitnya seribu jiwa di Lombok Timur harus diungsikan.
Baca Juga: Tinggal Meninggal Raih 5 Penghargaan di JAFF 2025, Debut Kristo Immanuel Jadi Sorotan
Desa Belanting, Kecamatan Sambelia, menjadi wilayah terparah dengan 700 jiwa terdampak akibat luapan Sungai Putik.
Banjir juga melanda desa-desa di kaki Gunung Rinjani, termasuk Sembalun Bumbung dan Sembalun Lawang, yang memaksa 200 warga dievakuasi.
Luapan sungai berhulu di Danau Segara Anak, Gunung Rinjani, menjadi penyebab utama bencana kala itu.
Baca Juga: KLH Setop Operasional Perusahaan di Hulu Batang Toru Usai Banjir Bandang Tapanuli Selatan
Fenomena “gunung menangis” kini menjadi peringatan bagi masyarakat dan pemerintah daerah untuk lebih waspada terhadap ancaman banjir bandang, sekaligus menyoroti pentingnya pengendalian alih fungsi lahan di kawasan perbukitan Sembalun.**