Baca Juga: Warga Altadena Laporkan Perusahaan SoCal Edison, Dituduh Sebagai Biang Keladi Kebakaran Los Angeles
Tradisi libur Ramadan ini bahkan terlihat dalam peristiwa Perang Jawa. Pangeran Diponegoro, misalnya, mengusulkan kepada Letnan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Hendrik Marcus de Kock untuk menghentikan sementara diskusi perang selama Ramadan, sebagai bentuk penghormatan terhadap bulan suci.
Namun, sikap baik Belanda ini memiliki motif politis. Peter Carey, seorang sejarawan Inggris, menyebutkan bahwa pendekatan tersebut dimaksudkan untuk mempengaruhi Diponegoro agar menyerah tanpa syarat.
Meskipun demikian, dua hari sebelum Lebaran pada 25 Maret 1830, Pangeran Diponegoro ditangkap, menandai akhir Perang Jawa.
Baca Juga: Wabah Rambut Rontok di India yang Berimbas Kebotakkan dalam 3 Hari, Apa Penyebabnya?
Kebijakan Daoed Joesoef: Menghapus Libur Ramadan
Pada periode 1978-1983, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Joesoef membuat gebrakan besar dengan meniadakan libur sekolah selama Ramadan.
Langkah ini menuai protes dari berbagai kalangan, termasuk tokoh agama, yang khawatir kebijakan tersebut akan mengganggu pelaksanaan ibadah puasa dan kegiatan keagamaan seperti pesantren kilat.
Daoed berpendapat bahwa belajar di sekolah juga merupakan bagian dari ibadah.
Baca Juga: Kecap Manis Bikin Rasa Steak Makin Enak, Chef Amerika Ini Membuktikannya Sendiri Bund
Ia merujuk pada perintah pertama Tuhan dalam Al-Qur'an, yaitu Iqra' (bacalah), yang menurutnya mengajarkan pentingnya belajar.
Muhammadiyah dan PBNU: Pandangan terhadap Kebijakan Ramadan
Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyatakan dukungannya terhadap kebijakan pemerintah ini, dengan menyiapkan paket khusus untuk menggantikan aktivitas belajar-mengajar formal.
Ketua PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, menyebutkan bahwa kegiatan seperti pesantren kilat di masjid atau sekolah tetap akan dilakukan dengan pengawasan guru.
Baca Juga: Ibunya Pingsan Sampai Kepalanya Terbentur saat Sidang Perdana, Agus Difabel Menangis Kekejer