Berinteraksi di ARTJOG 2024, Sudah Ribuan Pengunjung Menikmati Ragam Karya Bertema Motif: Ramalan, Sekarang Giliranmu Dab

photo author
- Minggu, 11 Agustus 2024 | 13:17 WIB
Brain Dead: A Circuit of Mind karya Nona Yoanishara. (Dok.Artjog 2024)
Brain Dead: A Circuit of Mind karya Nona Yoanishara. (Dok.Artjog 2024)

SENANGSENANG.ID - Dibuka secara resmi pada 28 Juli 2024, ARTJOG 2024 - Motif: Ramalan kini memasuki bulan kedua dalam penyelenggaraanya.

Ribuan pengunjung telah menikmati beragam karya seni dengan tema Motif: Ramalan, sebuah gagasan yang ditawarkan oleh tim kurator ARTJOG untuk menelusuri sejarah masa lalu, peristiwa hari ini, dan harapan masa depan. Beberapa program pendamping seperti Exhibition Tour, Meet the Artist, dan performa.

Di depan kompleks Jogja National Museum, ARTJOG 2024 - Motif: Ramalan menyambut pengunjung dengan karya komisi hasil kolaborasi antara Agus Suwage dan Titarubi (Yogyakarta) berjudul Suara Keheningan yang dipresentasikan dalam bangunan khusus dengan beberapa bilik di sepanjang lorongnya.

Baca Juga: IKN Nusantara, Simbol Kemajuan Indonesia di Masa Depan

Karya kolaborasi ini menawarkan sebuah pengalaman mendalam melalui rekaman doa, pepatah, dan pujian dari kelompok masyarakat adat yang dipadukan dengan berbagai objek-objek telinga dalam bentuk instalasi.

Sebuah ajakan reflektif untuk mendengar kembali “suara alam” tentang peristiwa yang hari ini terjadi, sekaligus menaruh harapan untuk kehidupan yang lebih baik di masa mendatang.

ARTJOG 2024 menghadirkan presentasi karya 48 seniman individu dan kelompok dalam merespon tema tahun ini, Motif: Ramalan, serta karya dari 36 anak dan remaja dalam program ARTJOG Kids.

Karya Asmoadji (Jakarta) berjudul Kota Baru.
Karya Asmoadji (Jakarta) berjudul Kota Baru. (Dok. Artjog 2024)

Pengunjung pun dapat menyelami ragam eksplorasi dan praktik kesenian yang ditawarkan oleh mereka. Salah satunya adalah Subandi Giyanto (Bantul) dengan karyanya yang berjudul Pranata Mangsa: Mangsa 1-12.

Sebagai seorang seniman yang akrab dengan dunia seni dan budaya sejak kecil, Subandi menampilkan 12 lukisan dengan figur wayang yang menggambarkan sistem kalender pranata mangsa, sebuah metode penanggalan Jawa untuk menghitung periode musim berdasarkan wuku (penentuan hari 'baik' dan 'buruk') dan karakternya masing-masing.

Selain itu, Agnes Hansella (Jakarta) menunjukkan bagaimana lirik-lirik musik yang terekam dalam pita kaset bekerja layaknya sebuah 'ramalan', menghubungkan kompilasi lirik lagu dari masa lalu yang dibuat oleh dirinya sendiri dengan pendengar hari ini.

Baca Juga: Disebut Mirip Kelelawar, Nyoman Nuarta: Filosofi Desain Istana Garuda Simbol Penyatuan 1.300 Suku di Indonesia

Dalam mewujudkan gagasan tersebut di karya A Message to You, secara semiotik Agnes menggunakan teknik makrame dengan pita-pita kaset untuk mengikat suara dan bunyi.

Lain halnya dengan Asmoadji (Jakarta), ia mempresentasikan fenomena pertumbuhan penduduk dengan ketersediaan lahan yang tidak seimbang di kota besar melalui karyanya Kota Baru.

Dengan bahan-bahan berupa seng bekas, potongan kayu lapis, boneka, objek sehari-hari, dan stiker, karya Asmoadji mencerminkan pengamatannya terhadap lingkungan perkampungan di tengah keberadaan gedung-gedung tinggi di sekitar tempat tinggalnya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Agoes Jumianto

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X