SENANGSENANG.ID — Industri asuransi syariah Indonesia tengah menghadapi tantangan besar.
Di tengah persaingan yang makin ketat dan regulasi yang kian kompleks, perusahaan-perusahaan asuransi syariah kini berpacu memenuhi tuntutan ekuitas minimum yang ditetapkan pemerintah.
Sebagian bersiap memperkuat permodalan, sementara lainnya justru kesulitan bertahan.
Menurut pakar asuransi syariah, Erwin Noekman, ST, MBA, persoalan utama bukan hanya soal skala bisnis yang belum efisien, tetapi juga kepercayaan publik yang masih rapuh.
“Industri ini punya beban besar untuk membuktikan bahwa mereka layak dipercaya dan dapat diandalkan,” ujar Erwin, pada Rabu 22 Oktober 2025.
Regulasi Baru, Tekanan Baru
Peraturan OJK Nomor 23 Tahun 2023 menetapkan bahwa perusahaan asuransi syariah wajib memiliki ekuitas minimum sebesar Rp100 miliar paling lambat 31 Desember 2026.
Baca Juga: Potret Pelari di Ruang Publik Picu Pro-Kontra: Antara Seni, Privasi, dan Ancaman AI
Tujuannya adalah memperkuat stabilitas industri dan melindungi pemegang polis. Namun, bagi perusahaan kecil, aturan ini menjadi tekanan besar.
“Aturan ini baik untuk stabilitas, tapi bisa memberatkan perusahaan yang masih lemah modal,” jelas Erwin.
Merger, Spin-Off, dan Strategi Bertahan
Untuk menjawab tantangan ini, sejumlah perusahaan mulai menyiapkan strategi.
Baca Juga: Saksikan Pemusnahan Narkoba Rp29 Triliun, Prabowo Serukan Perang Total dan Perkuat Rehabilitasi
Artikel Terkait
OJK Cabut Izin Usaha PT Asuransi Purna Artanugraha, Ini Sejumlah Alasannya
Industri Asuransi Jiwa Bukukan Total Pendapatan Rp60,71 Triliun, Naik 11,7 Persen
20 Miliar Dolar AS Melayang! Asuransi Asia Hadapi Keterbatasan Pembayaran Klaim di Tengah Kerugian Ekonomi 2024, Indonesia Ikut Tertekan
Indonesia Terkena Turbulensi Asuransi Global, Diprediksi Ancaman Masih akan Berlanjut
Laba Asuransi Jiwa Tembus Rp5,3 Triliun di Kuartal 1 2025, IFG Dorong Transformasi Industri Nasional
Berjangka vs Seumur Hidup, Banding Durasi Asuransi Jiwa dan Cara Menentukan Polis yang Sesuai Kebutuhan