Pasca Indonesia memberi kebebasan untuk Stasiun TV swasta menayangkan berita, maka sejak 1989 saat RCTI dan SCTV menyusul di tahun 1990 memiliki program jenis ini langsung diminati masyarakat.
Sejarah mencatat, banyak nama acara unggulan stasiun-stasiun TV tersebut telah akrab disanubari masyarakat, mulai dari SiGi (SCTV), BuSer (SCTV), Metro Realitas (MetroTV),Telusur (TVOne), Kupas Tuntas (TV7), Berkas Kompas (KompasTV) sampai kepada program-program yang menggunakan nama Anchornya sendiri: Aiman (KompasTV), AFD Now / Alfito Deanova (CNN), Rosi (KompasTV), Ni Luh (KompasTV), Rully Files (CNN) dan sebagainya.
Tidak jarang bahkan pembuatan liputan jurnalisme investigatif diatas beresiko kepada jurnalis/ reporternya, misalnya yang barusan dialami oleh salah satu jurnalis senior dari sebuah TV Swasta saat Pemilu 2024 kemarin.
Meski sempat diproses dan berjalan kasusnya, Alhamdulillah dalam perkembangannya pelapor kemudian mencabut pengaduannya dan kasus tersebut dihentikan penyidikannya, meski sudah sempat dilakukan beberapa kali pemanggilan kepada sang jurnalis bahkan penyitaan barang bukti dari yang bersangkutan, meski statusnya masih sebagai Saksi.
Dalam kasus tersebut sebenarnya UU Pers sekali lagi sudah cukup bisa digunakan untuk menjembatani bilamana terjadi ketidaksesuaian pendapat antara satu pihak dengan pihak lain.
Oleh karenanya bilamana mendatang dalam RUU Penyiaran justru akan diberikan tambahan kepada KPI untuk "cawe-cawe" dalam Urusan materi Jurnalistik ini, dikhawatirkan malah bisa terjadi saling sengkarut alias tumpang tindih kepentingan dari dua lembaga yang sebenarnya sudah punya tupoksi masing-masing, yakni Dewan Pers dan KPI.
Bisa jadi justru masalahnya tidak cepat selesai sebagaimana penyelesaian sistem mediasi seperti yang dilakukan Dewan Pers selama ini, namun berbuntut panjang karena melibatkan banyak pihak dan metode penyelesaian yang berbelit karena perbedaan mekanisme penyelesaiannya.
Memang Revisi atau Pergantian UU adalah suatu hal yang diperlukan bilamana UU eksisting dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi Masyarakatnya, misalnya Revisi UU ITE / Informasi dan Transaksi Elektronik No 11/2008 menjadi UU No 19/2016 dan terakhir sekarang UU No 01/2024.
Sementara ada juga UU lain yang sebenarnya sudah ketinggalan jaman karena teknologinya banyak yang sudah berkembang, yakni UU Telekomunikasi No 3/1989 yang revisi terakhirnya adalah UU No 36/1999 alias sudah berusia 25 tahun dari sekarang padahal Dunia Telekomunikasi sudah sangat berkembang dibandingkan tahun awal Millenium tahun 2000 lalu.
Kesimpulannya, kalau UU memang sudah saatnya direvisi karena sudah tidak sesuai jamannya lagi adalah hal yang wajar dan tidak akan menimbulkan pertanyaan.
Namun jika UU yang masih berjalan baik dan sesuai dengan kehidupan masyarakat mendadak ada (kepentingan ?) untuk diganti atau ditambahkan hal-hal yang justru menarik mundur aliaa mengekang demokrasi, tentu hal ini pantas menjadi pertanyaan besar.
Artikel Terkait
Buka Kongres PWI 2023, Presiden Jokowi Ajak Insan Pers Pegang Teguh Kode Etik Jurnalistik
Terima Pengurus PWI Pusat di Istana Merdeka, Presiden Jokowi Ungkap Siap Bantu Pembangunan Grha Pers Pancasila
Kantor PWI DIY akan Dirobohkan, Gedung Grha Pers Pancasila Empat Lantai Siap Dibangun
Menko Polhukam Hadi Tjahjanto Dukung Pembangunan Grha Pers Pancasila di Yogyakarta
Jaringan Pemred Promedia Audiensi ke Dewan Pers, Bahas Soal Publisher Rights
Dewan Pers Terima Aduan 813 Kasus Pelanggaran Sepanjang 2023, Terbanyak Dilakukan Media Online