SENANGSENANG.ID - Penggunaan antibiotik yang tidak bijak telah menyebabkan munculnya bakteri kebal antibiotik, sebuah fenomena yang dikenal sebagai resistensi antimikroba (Antimicrobial Resistance/AMR).
Fenomena itu berdampak besar pada sulitnya pengobatan pasien dan meningkatkan risiko kematian akibat infeksi yang semakin sulit ditangani.
Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan, Azhar Jaya, mengungkapkan data mengenai resistensi antimikroba yang diperoleh dari rumah sakit (RS) sentinel.
Data tersebut menunjukkan peningkatan signifikan pada bakteri yang kebal terhadap antibiotik, khususnya jenis Escherichia coli dan Klebsiella pneumoniae.
Pada 2022, pengukuran Extended-spectrum Beta-Lactamase (ESBL) di 20 RS sentinel mencapai 68 persen.
Angka itu meningkat pada 2023 di 24 RS sentinel menjadi 70,75 persen, mendekati target 52 persen yang diharapkan pada akhir 2024.
Baca Juga: Ini Agenda Lengkap Evoria M Bloc Fest 2024: dari Festival Musik, Pameran Desain hingga Tur Kreatif
"Angka ini menunjukkan peningkatan resistensi antimikroba, terutama pada Escherichia coli dan Klebsiella pneumoniae, yang dapat menyebabkan kematian dengan menyerang organ dalam tubuh manusia," ujar Azhar dalam keterangan resminya, Kamis 19 September 2024.
Untuk memberikan gambaran yang lebih representatif, pengukuran ESBL pada akhir 2024 akan dilakukan di 56 RS sentinel yang tersebar di Indonesia bagian barat, tengah, dan timur, termasuk RS pemerintah, pemerintah daerah, dan swasta.
Menurut laporan yang diterima Kemenkes, penanganan pasien dengan infeksi AMR memerlukan upaya yang jauh lebih besar.
Baca Juga: 4 Hal yang Bikin iShowSpeed Ngotot ke Indonesia, Salah Satunya Adu Gonggongan dengan Celos
Hal ini dikarenakan bakteri yang resisten terhadap antibiotik mempersulit proses perawatan dan pengobatan.
“Pilihan obat yang terbatas menjadi tantangan utama. Obat yang efektif mungkin tidak tersedia, mahal, atau bakteri telah kebal terhadap antibiotik yang ada,” jelas Azhar.