“Prinsip utamanya, daerah itu hanya ingin membantu, tapi pengambil keputusannya tetap dari BGN. Ada 62 daerah-daerah 3T yang BGN akan bekerja sama pemda, kami fasilitasi dan untuk daerah-daerah lain, yang di luar daerah-daerah terpencil, sebetulnya juga sudah dibuat satgas-satgas yang tugasnya membantu BGN,” paparnya.
BGN: SOP yang Tidak Dijalankan Mitra dan SPPG
Wakil Kepala BGN, Nanik S. Deyang menyatakan bahwa penyebab keracunan yang terjadi karena ada SOP yang tidak dijalankan dengan baik.
“Kejadian belakangan ini, 80 persen karena SOP kita yang tidak dipatuhi baik oleh mitra maupun tim kami sendiri dari dalam, yaitu SPPG, di mana ada kepala SPPG, ahli gizi, dan akuntan,” ujar Nanik dalam jumpa pers di Jakarta pada Jumat, 26 September 2025.
“Tetapi kesalahan tidak bisa menimpakan kepada mereka, kesalahan terbesar ada pada kami, berarti kami masih jurang pengawasannya. Jadi, ya sudah lah pokoknya kami mengaku salah atas apa yang terjadi soal insiden keamanan pangan ini,” tambahnya.
Nanik juga menyatakan BGN juga akan bertanggung jawab soal biaya perawatan korban keracunan makanan MBG.
“Dari hati saya terdalam, saya mohon maaf atas nama BGN, atas nama seluruh SPPG di Indonesia, saya mohon maaf,” tegasnya.
Baca Juga: Geger Kasus Cium Kening di Unsri: Begini Investigasi, Fakta, dan Evaluasi Kampus
“Niat kami, nawaitu kami, nawaitu Presiden adalah ingin membantu anak-anak terpenuhi gizinya agar menjadi generasi emas,” imbuhnya.
Kasus Keracunan dan Alergi yang Tumpang Tindih
Dalam kesempatan lain, Nanik sempat menegaskan bahwa meski makanan tergolong kearifan lokal jika menjadi penyebab keracunan tidak akan digunakan lagi.
“Saya tegaskan kalau ada makanan yang terbukti diidentifikasi membuat keracunan, kita nggak pakai di wilayah itu sekalipun akhirnya banyak,” ujarnya kepada awak media di Bogor pada Kamis, 25 September 2025.