“Anak-anak bangsa kita sudah bisa memproduksi kapal selam tanpa awak. Sangat efektif karena bisa menyelam enam bulan tanpa naik ke permukaan. Hanya pakai baterai, charge lagi, turun ke bawah, dan siap dengan torpedo,” jelas Sjafrie.
Selain KSOT, penguatan alutsista permukaan juga terus berjalan.
Indonesia baru saja menerima KRI Brawijaya 320, fregat terbesar di Asia Tenggara.
Baca Juga: 26 Atlet PB Djarum Lolos ke Final Polytron Muria Cup Sirnas 2025 Berhadiah Total Rp636 Juta
Perbandingan dengan Negara Raksasa
Langkah Indonesia mengembangkan KSOT menarik untuk dibandingkan dengan proyek serupa di negara-negara besar:
Amerika Serikat: Sedang mengembangkan Ocean Explorer atau “Orca”, drone bawah laut ultra besar dengan payload modular.
Program ini dipimpin Boeing dan difokuskan pada daya jelajah panjang serta fleksibilitas sensor.
Baca Juga: IDAI dan IPA Gelar Workshop Advokasi Imunisasi untuk Generasi Emas 2045
Rusia: Mengembangkan Poseidon, torpedo nuklir yang ditempatkan pada kapal selam Khabarovsk.
Poseidon diklaim mampu menghasilkan tsunami radioaktif untuk menghancurkan pesisir musuh.
China: Menguji dua drone selam raksasa sepanjang 40 meter di Hainan.
Teknologi ini masuk kategori baru XXLUUV (ultra-large UUV) dan menunjukkan ambisi besar Beijing dalam peperangan bawah laut.
Baca Juga: Pemerintah Ubah Strategi Pemusnahan Pakaian Impor Ilegal, Tak Lagi Dibakar
Modernisasi Pertahanan Laut