Meski demikian, video ini telah menyebar luas dan menjadi perbincangan hangat di jagat maya.
Baca Juga: Perjuangan Petani Durian Sumatra: Memikul Hasil Panen di Tengah Jalan Putus Pascabencana
Analisis
Kasus dugaan oknum guru yang mengejek remaja tuna wicara dalam siaran langsung TikTok bukan sekadar persoalan viral di media sosial.
Peristiwa ini menyingkap isu mendasar tentang etika profesi guru dan tanggung jawab moral seorang pendidik.
Baca Juga: Meeting Room Iwak Kalen Godean Jadi Primadona untuk Berbagai Acara
Guru sebagai Teladan
- Profesi guru menuntut integritas, empati, dan sikap menghargai setiap individu.
- Tindakan merendahkan penyandang disabilitas bertentangan dengan prinsip dasar pendidikan yang inklusif.
- Guru bukan hanya pengajar, tetapi juga figur teladan yang perilakunya mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan.
Pelanggaran Etika Serius
Baca Juga: Justin Barki Sumbangkan Bonus Emas SEA Games untuk Korban Banjir Sumut, Ini Profilnya
- Mengejek cara bicara siswa atau remaja disabilitas dapat dikategorikan sebagai bentuk perundungan (bullying).
- Hal ini melanggar kode etik guru yang menekankan penghormatan terhadap martabat manusia.
- Dalam konteks hukum, tindakan diskriminatif terhadap penyandang disabilitas juga berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
Dampak Sosial dan Kepercayaan Publik
- Kasus ini menimbulkan krisis kepercayaan masyarakat terhadap institusi pendidikan.
- Netizen menilai bahwa jabatan dan pendidikan tinggi tidak otomatis menjamin adab serta nurani.
- Jika tidak ditangani serius, insiden semacam ini dapat memperburuk citra profesi guru di mata publik.
Pentingnya Pendidikan Inklusif
- Guru seharusnya menjadi garda terdepan dalam menciptakan ruang belajar yang ramah bagi semua, termasuk penyandang disabilitas.
- Pendidikan inklusif menekankan penerimaan, penghargaan, dan dukungan terhadap keberagaman.
- Kasus ini menjadi pengingat bahwa pelatihan etika dan empati perlu diperkuat dalam sistem pendidikan guru.
Kasus ini bukan hanya soal individu, melainkan cermin tantangan besar dalam menjaga martabat profesi guru.
Baca Juga: Jawa Tengah Siap Sambut 8,5 Juta Wisatawan di Libur Nataru, Lima Wilayah Jadi Magnet Utama
Reaksi keras publik menunjukkan bahwa masyarakat menuntut pendidik untuk tidak sekadar mengajar, tetapi juga menghidupi nilai-nilai kemanusiaan.**