Anak Muda Katolik dan Gusdurian Yogyakarta Gelar Sarasehan Sumpah Pemuda, Suarakan Keberanian dan Kemanusiaan

photo author
- Rabu, 29 Oktober 2025 | 19:01 WIB
Dramatisasi teks Sumpah Pemuda membuka Sarasehan bertajuk DESIS (Dengarkan, Ekspresikan, Suarakan): Suara dalam Sunyi, Mengapa Diam Saat Negara Runyam? di Aula Pusat Pastoral Mahasiswa (PPM), Yogyakarta, Selasa (28/10/2025). (Foto: Istimewa)
Dramatisasi teks Sumpah Pemuda membuka Sarasehan bertajuk DESIS (Dengarkan, Ekspresikan, Suarakan): Suara dalam Sunyi, Mengapa Diam Saat Negara Runyam? di Aula Pusat Pastoral Mahasiswa (PPM), Yogyakarta, Selasa (28/10/2025). (Foto: Istimewa)

SENANGSENANG.ID – Dalam semangat memperingati Hari Sumpah Pemuda, sekelompok anak muda Katolik bersama Jaringan Gusdurian Yogyakarta menggelar sarasehan bertajuk DESIS (Dengarkan, Ekspresikan, Suarakan): Suara dalam Sunyi, Mengapa Diam Saat Negara Runyam? di Aula Pusat Pastoral Mahasiswa (PPM), Jalan Dr. Sutomo, Yogyakarta, Selasa (28/10/2025) petang.

Acara ini menjadi ruang refleksi dan kritik sosial yang mengangkat nilai-nilai keberanian, kebangsaan, dan kemanusiaan dengan meneladani dua tokoh besar: Romo YB Mangunwijaya dan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Sarasehan dibuka dengan dramatisasi teks Sumpah Pemuda yang dikemas dalam bentuk ekspresi seni dan kritik terhadap berbagai persoalan bangsa, mulai dari ketimpangan pendidikan, eksploitasi alam, hingga manipulasi sejarah oleh elite politik.

Baca Juga: M Bloc Space Tampil dengan Wajah Baru, Siap Jadi Pusat Kreativitas Gen Z

Hadir sebagai pembicara, Romo Martinus Joko Lelono, Pr., dosen dan Ketua Komisi Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan Kevikepan Yogyakarta Timur, menekankan pentingnya suara kritis dari masyarakat sipil, akademisi, dan aktivis sebagai penyeimbang kekuasaan.

“Kalau tidak ada ruang kritis, kesalahan akan dianggap benar. Romo Mangun dan Gus Dur adalah contoh tokoh yang tidak diam saat bangsa menghadapi krisis,” ujarnya.

Sementara itu, budayawan dan aktivis Gusdurian, Nur Kholik Ridwan, menyoroti pentingnya anak muda mengenal kembali nilai-nilai yang ditanamkan oleh para tokoh bangsa.

Baca Juga: Man Sinner Comeback! Bawa Semangat Persatuan Lewat Single 'Akhiri Perpecahan'

Ia menyayangkan minimnya ruang diskusi yang membuat generasi muda melupakan figur seperti Gus Dur dan Romo Mangun.

“Banyak yang lupa karena narasi publik dipenuhi buzzer. Padahal, bangsa yang besar butuh tokoh yang jujur dan berani menyatakan sikap,” tegasnya.

Nur Kholik juga mengajak generasi muda untuk terus membangun ruang dialog dan kebersamaan. “Kalau ingin Indonesia tetap bertahan dan bermutu, kita harus terus bersatu dan punya tokoh yang berani,” katanya.

Baca Juga: Ketua KPK: Dugaan Korupsi Proyek Kereta Cepat Whoosh Masih Ditelaah

Romo Joko menambahkan bahwa setiap generasi memiliki medan juang dan pahlawannya sendiri. “Hal baik tidak hanya ada di masa lalu. Masa depan juga punya pahlawan. Jangan didramatisasi,” pesannya.

Sebagai penutup, para peserta menuliskan kegelisahan mereka dalam bentuk kritik terhadap isu-isu sosial dan politik, seperti penambangan di Raja Ampat, kerusakan lingkungan, penangkapan aktivis, hingga praktik nepotisme dan oligarki.**

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Agoes Jumianto

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X