Baca Juga: Rebut Tiket ke Babak Kedua Kualifikasi Zona Asia, Erick Thohir Tegaskan Timnas Indonesia Siap Tempur
“Kami menemukan bahwa 70 persen siswa siswi kelas 2 dan 4 terdeteksi awal mengalami kelainan refraksi, 30 persen dari kelainan refraksi tersebut merupakan myopia (rabun jauh). Sementara itu, 19 persen siswa siswi kelas 2 mengalami myopia dan
26 persen siswa siswi kelas 4 mengalami myopia. 20 persen siswa mengalami myopia sedang (≥-3.00 sd - 6.00D) dan 80 persen siswa mengalami myopia ringan (<3.00 D),” jelas Dodi.
“Kami harap deteksi dini dan penanganan masalah penglihatan dapat membantu membentuk masa depan anak karena ini terkait dengan kemampuan mata dalam menunjang kelancaran proses belajar siswa," lanjut Eko Sri.
Ketika mata dapat dengan baik digunakan sebagai alat penangkap informasi secara visual, terang Eko Sri, maka proses penyerapan dan pengolahan informasi dapat dilakukan dengan baik dan proses belajar dapat lebih bermakna dan menyenangkan, sehingga prestasi dapat lebih mudah diraih untuk membentuk masa depan yang baik.
Sementara itu, Dokter Spesialis Mata Anak - Laulima, dr. Kianti Raisa SpM(K), MMedSci mengatakan bahwa masalah penglihatan pada anak SD cukup sering ditemukan dan ada trend mengalami peningkatan di beberapa dekade terakhir ini.
Ini erat kaitannya dengan perubahan gaya hidup mereka yang lebih banyak menggunakan alat - alat digital untuk belajar. Itu menjadi salah satu penyebabnya, selain juga kurangnya kegiatan di luar ruangan.
“Masalah umum yang sering ditemukan adalah kelainan refraksi atau kelainan mata yang membutuhkan kacamata. Dari suatu penelitian ternyata penglihatan yang baik dapat meningkatkan kemungkinan anak untuk gagal belajar sampai 44 persen,” jelas dr Kianti Raisa.
Baca Juga: Presiden Jokowi Bertemu PM RRT Li Qiang Bahas Kemitraan Strategis, Salah Satunya Investasi di IKN
Menurut Kianti Raisa, masalah penglihatan penting ditangani dini pada anak karena adanya periode emas untuk mengoreksi penglihatan guna mencegah terjadinya mata malas, yakni usia 10 tahun.
Apabila ditemukan gangguan penglihatan, orang tua segera dapat melakukan pemeriksaan yang lebih lengkap dan mendapatkan penanganan untuk anaknya. Selain itu, jika tidak ditemukan gangguan penglihatan saat ini, perlu diingat bahwa anak masih berubah dan tumbuh, sehingga belum tentu dalam 6 bulan sampai 1 tahun ke depan hal itu masih sama.
Penyebab Myopia (rabun jauh) terjadi ketika cahaya yang masuk ke mata tidak jatuh pada tempat yang semestinya, yaitu retina. Kondisi ini disebabkan oleh bola mata yang lebih panjang dari bola mata normal.
Gejala Myopia bisa terjadi pada siapa saja dari segala kelompok usia. Namun, kondisi ini umumnya mulai muncul pada anak-anak usia sekolah hingga remaja. Dan berkembang lebih cepat sesuai dengan usia berkembangnya anak, yakni 6-14 tahun.
“Pengidap rabun jauh yang ringan umumnya tidak membutuhkan penanganan khusus. Namun, rabun jauh yang tergolong parah akan mempengaruhi kemampuan melihat pengidapnya sehingga harus ditangani dengan seksama,” kata Dodi Rukminta.
Artikel Terkait
Gelar Sunset Design Talk, Hima DKV ISI Surakarta Hadirkan Praktisi Animasi dan Visual Artist
457 Mahasiswa Universitas Muria Kudus Mendapatkan Beasiswa Prestasi Senilai Total Rp2,96 Miliar
Ikuti Kuliah Tipografi Nusantara, Mahasiswa DKV ISI Surakarta Kunjungi Pasar Barang Antik Triwindu
Moderat Sejak Dini, Santri Diajari Nilai-Nilai Pokok Ajaran Agama, Seperti Dilakukan Ponpes Tahfidz Al Kaukab
Gubernur Khofifah Indar Parawansa Terima Gelar Doktor Honoris Causa Bidang Ilmu Ekonomi dari Unair
Pusat Seni Budaya Profetik Menggelar Pelatihan Drama dan Teater Angkatan Pertama, Remaja Masjid Ikut Antusias