Akan tetapi, dalam konteks sektor pangan di wilayah Jawa Tengah terdapat fragility atau kerapuhan.
Sehingga, bagaimana Jateng ini membuat desain untuk mengatasi semua itu (sektor kerapuhan pangan), yaitu harus berani melakukan hal baru.
Baca Juga: Pengesahan Revisi UU Pilkada Batal, DPR RI Ikuti Putusan Terbaru MK
"Misalnya melakukan scaling up (fase pertumbuhan) dari sisi pengusahaan, jadi pendekatannya harus dari hulu ke hilir," jelasnya.
Rektor UMK itu menyebut, berdasarkan sejumlah teori, para petani di Indonesia belum bisa disebut sebagai farmer, melainkan passion dimana hanya petani subsisten (swasembada).
"Bagaimana sektor ini (petani subsisten) di-scaling up menjadi pengusahaan pertanian yang benar-benar berbasis kepada anallisis produksi yang baik," tegas Prof Darsono.
Baca Juga: PDIP Susul Lima Parpol Usung Samani-Bellinda di Pilkada Kudus 2024, PKS-Demokrat Belum Tentukan Arah
Ditambahkan, pergeseran tata kelola kebijakan pembangunan pertanian yang cenderung governance leads menuju kepada privat.
Di mana penatalaksanaan program pertanian tidak lagi sepenuhnya dikelola oleh pemerintah, tetapi terdapat peran pihak swasta hingga masyarakat secara umum, dengan catatan ada mekanisme insentif yang memadai.
Kemudian pada poin berikutnya adalah bagaimana melakukan perbaikan-perbaikan dari sisi usaha tani, sehingga sektor pengusahaan pertanian dapat berjalan lebih efisien. **
Artikel Terkait
UMK Teken MoU dengan Muamalat Institute, Dukung Program Merdeka Belajar Melalui Praktik Kerja Lapangan
Tingkatkan Tupoksi Pendidikan dan Kompetensi SDM, UMK Kudus Teken MoU dengan Sekjen MPR RI
Pertama di Indonesia, Pemprov Jateng Buka Layanan Bantuan Hukum Gratis bagi UMK, Ini Syarat dan Ketentuannya
Dies Natalis ke-44 Universitas Muria Kudus Dimeriahkan Expo UMKM, Rektor UMK: Bukti Kampus Unggul
Universitas Muria Kudus Luncurkan 'Press Corner' untuk Wartawan, Fasilitasi Kerja Sama dengan Media