Lebih jauh, ia menemukan adanya manipulasi barcode, di mana satu mobil bisa menggunakan dua hingga tiga barcode berbeda untuk membeli BBM subsidi.
“Dia memiliki satu mobil itu barcode dua sampai barcode dengan jenis mobil yang sama,” jelasnya.
Usulan Pelibatan Aparat Penegak Hukum
Melihat kompleksitas kecurangan, Syarif mendorong pelibatan aparat TNI-Polri dalam pengawasan distribusi BBM di daerah rawan.
Baca Juga: RESONANSI: Jejak, Ingatan, dan Imajinasi Menyatu di Pameran Perdana
“Mungkin perlu diturunkan petugas TNI dan Polri. Biasanya hanya 1 bulan sudah tertib,” ujarnya.
Langkah ini dinilai penting untuk mencegah kelangkaan BBM akibat penyimpangan distribusi.
Peringatan Soal Lobi Ilegal Kuota BBM
Dalam rapat, Syarif juga memperingatkan adanya lobi tidak resmi dari pihak swasta untuk meminta tambahan kuota BBM ke DPR.
Ia menegaskan bahwa penyesuaian kuota hanya bisa diajukan oleh pemerintah daerah.
Baca Juga: Kapolri Janji Perbaiki Layanan Publik, Akui Respons Polisi Masih Kalah Cepat dari Damkar
“Yang berhak meminta tambahan kuota adalah bupati, wali kota, atau gubernur. Jangan sampai ada pelaku ritel swasta yang nyelonong ke komite,” tegasnya.
Sorotan DPR ini menegaskan bahwa pengawasan distribusi BBM subsidi masih menghadapi tantangan besar.
Usulan pelibatan aparat penegak hukum dan penertiban lobi ilegal diharapkan dapat menutup celah penyimpangan yang merugikan masyarakat.**