Seni menjadi sarana pemersatu, demikian ruh yang dibangun Suluh Sumurup Art Festival (SAAF). Dengan cita-cita luhur, membangun kekuatan bersama untuk maju.
Baca Juga: Bawaslu Kirim Surat ke Parpol Terkait Bakal Capres Muncul dalam Tayangan Azan di Televisi
"Selain karya-karya perorangan dan komunitas, SSAF kali ini, juga memamerkan karya-karya kolaboratif penyandang disabilitas dengan seniman non difabel," imbuh Nano Warsana.
Selain juga mengakomodir partisipasi penyandang disabilitas pelaku seni, yang belum terbaca atau tidak terpetakan dalam dunia seni pamer.
Serangkaian kegiatan penyandang disabilitas dihadirkan sepanjang dilangsungkannya pameran seperti stand-stand Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), pementasan potensi, serta workshop dan diskusi.
Sementara itu, Kepala Taman Budaya Yogyakarta Dra Purwiati menyebut, pihaknya menyambut baik dan mendukung digelarnya event ini.
"Suluh Sumurup Art Festival akan menjadi agenda tahunan TBY dalam mengakomodir para seniman-seniman disabilitas untuk memperoleh tempat yang sama dalam berkesenian (seni rupa), dan festival ini menjadi istimewa bagi mereka," beber Purwiati.
Jonna Aman Damanik mengungkap, sudah saatnya merubah paradigma, bahwa karya seni rupa yang dihasilkan para penyandang disabilitas bukan lagi dipandang karena belas kasihan.
"Tetapi bagaimana mereka itu berproses, memanusiakan manusia seutuhnya sehingga karya-karya mereka memiliki nilai yang sama. Dihargai karena kualitas karyanya dan bukan karena belas kasihan," tandas Damanik.
Salah satu seniman yang ikut berpameran Yaya Maria mengungkap kegembiraannya ikut ambil bagian dalam pameran ini.
"Saya sangat senang bisa menjadi bagian dari pameran Suluh Sumurup Art Festival, sangat jarang sebuah pameran seni rupa digelar itu benar-benar ramah disabilitas seperti pameran ini," tutur Yaya Maria yang memamerkan empat buah lukisan dengan media acrilic di atas kanvas.
Ramah disabilitas pameran Suluh Sumurup Art Festival ditunjukkan lewat dispay karya yang dipajang dengan ketinggian mereka pengguna kursi roda.