Parjo harus melalui hari-harinya di Rutan Bantul, sekamar dengan warga binaan lainnya seperti Penyok dan Panjul.
Awal di Rutan Bantul, Parjo labil jiwanya suka berteriak-teriak, stress serta mengganggu penghuni lainnya, akhirnya sering bikin keributan dan membikin jengkel orang lain.
Dengan dibimbing para petugas rutan membuat Parjo tersadarkan dan menyadari atas perbuatannya dan merasa menyesal.
Sehingga segala kegiatan di Rutan Bantul diikutinya, sebagai bentuk penyesalan (Getun). Setiap manusia berbuat kesalahan harus ada penyesalan.**
Liputan: Yusron Mustaqim