SENANGSENANG.ID - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan peringatan akan potensi risiko tsunami di sekitar Bandara Yogyakarta International Airport (YIA), Kulonprogo, Yogyakarta, saat musim mudik Lebaran 2025.
Hal ini disampaikan oleh Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, dalam rapat kerja dengan Komisi V DPR RI di Jakarta pada 11 Maret 2025.
"Titik risiko yang perlu diwaspadai salah satunya, jalan underpas lintas selatan Bandara Yogyakarta di Kulonprogo. Underpas di situ adalah zona rawan tsunami," ujar Dwikorita, dikutip Sabtu 15 Maret 2025.
Untuk menghadapi potensi risiko tersebut, BMKG menyarankan penerapan skema buka-tutup lalu lintas di ruas masuk ke jalan underpass di sekitar Bandara YIA.
Skema ini bertujuan untuk mengurangi kepadatan kendaraan di dalam terowongan yang bisa menjadi titik berisiko saat evakuasi, demikian Dwikorita.
Kepala Stasiun Geofisika Sleman, Ardhianto Septiadhi, menegaskan bahwa tsunami di wilayah Kulonprogo adalah potensi, bukan prediksi.
Oleh karena itu, ia meminta masyarakat untuk tidak panik, melainkan lebih memahami langkah-langkah mitigasi.
"Kita tidak perlu panik. Kita tidak perlu takut. Tapi kita paham mitigasi terhadap tsunami," ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa zona selatan DIY memang berada di jalur subduksi yang berpotensi menimbulkan gempa besar.
Bandara YIA Dibangun Tahan Gempa dan Tsunami
Dikutip dari yogyakarta-airport.co.id, bandara YIA ternyata satu-satunya bandara di dunia yang telah disiapkan menghadapi gempa berkekuatan besar dengan Magnitudo 8,8 dan aman terhadap tsunami yang dipicu oleh gempa megathrust.
YIA telah dibangun dengan kesiapan mitigasi bencana seperti likuifaksi, gempa bumi, tsunami, banjir, dan abu vulkanik. S
Secara infrastruktur, YIA dirancang dan dibangun dengan ketahanan terhadap gempa 8,8 Magnitudo, dengan pusat gempa 400 meter dari bibir pantai, dan pondasi bangunan terminal menggunakan bored pile dengan kedalaman 26 meter.
Bangunan gedung terminal YIA adalah struktur bangunan skala mega pertama di Indonesia yang dirancang khusus untuk menghadapi guncangan akibat gempa besar 8.8 magnitudo di pertemuan lempeng Australia dan lempeng Asia, dengan jarak yang relatif dekat dan juga menghadapi bahaya susulan berupa tsunami.