"Spesies baru ini memiliki sosok bunga atraktif dengan kombinasi warna yang langka di genusnya, yaitu sepal dan petalnya berwarna putih keunguan dengan bibir bunga berwarna kuning cerah kehijauan," ujar Destario dikutip dari siaran pers BRIN pada Minggu 18 Agustus 2024.
Destario mengungkapkan, Epithet obyrneana pada spesies baru itu, diambil dari nama mendiang Peter O’Byrne, pemerhati anggrek dan penulis berbagai referensi taksonomi anggrek di kawasan Asia Tenggara, khususnya Sulawesi.
"Ia juga sosok yang pertama kali mengajarkan taksonomi anggrek secara mendalam kepada saya,” ujarnya.
Baca Juga: Realme 13 Pro Punya RAM 12GB dan Performa Mumpuni, Siap Dipasarkan Hanya Dibanderol Segini Lho
Destario juga menyampaikan, anggrek yang juga dikenal dengan nama populer anggrek kuku macam tersebut hidup di habitat alaminya secara epifit, yaitu tumbuh menempel di permukaan batang pepohonan, namun tidak bersifat parasit yang merugikan pohon inangnya.
Ukuran anggrek juga terbilang tidak terlalu besar. Batang berdaun hanya berukuran tinggi sekitar 10-16 centimeter (cm) saja.
Daunnya berseling memanjang seperti pita dengan bentang sepanjang 4-13 cm.
Memiliki beberapa akar lekat yang panjangnya mencapai 60 cm dengan fungsi untuk menyerap kelembaban dari udara maupun dari kulit pepohonan, sekaligus sebagai tempat menyimpan cadangan air.
Baca Juga: KLB Ilegal Dikecam! Hendry Ch Bangun Sah sebagai Ketua PWI Pusat
Saat mekar sempurna, bunganya berukuran lebar sekitar 2,4-2,6 cm.
Sepal dan petal bunganya kaku dan berlilin, bibir bunganya bercuping tiga dengan cuping tengah berbentuk melebar seperti kipas (flabellate) yang terbelah membentuk 4 ruang (lobules) dengan tepi bergerigi.
"Anggrek ini juga memiliki dagu bunga (spur) yang melengkung dan biasanya berisi cairan nektar bagi serangga penyerbuk,” ujar Destario.
Habitat tempat hidup anggrek Aerides obyrneana berupa tepian hutan semi-terbuka dengan sirkulasi udara yang lancar dan berintensitas cahaya sekitar 50-70 persen.
Dengan memperhatikan morfologi daunnya yang sempit memanjang, memiliki jaringan daun yang cukup tebal, serta permukaan atas yang berkutikula, maka dapat diketahui bahwa anggrek ini nampaknya adaptif pada lingkungan dengan kelembaban rendah, serta suhu dan intensitas cahaya yang tinggi.
Artikel Terkait
Fosil Gading Gajah Purba Ditemukan Warga di Sungai Bengawan Solo, Diprediksi Berusia Ratusan Ribu Tahun
Selain Kota Pelajar dan Wisata, Jogja Punya Julukan Baru sebagai 'Kota Tukang Parkir', Piye Menurutmu Dab?
Tim Peneliti BRIN Temukan Lukisan Gua Tertua di Dunia Berusia 51.200 Tahun di Leang Karampuang Sulsel
Ini Lukisan Gua Tertua di Dunia Temuan BRIN di Gua Leang Karampuang Sulsel Berusia 51.200 Tahun
Bukan karena Ada Mahkluk Luar Angkasa, tapi karena Hal Ini Kampung di Kota Jogja Ini Diberi Nama 'Kampung UFO'
Ini Logo Resmi HUT ke-79 Kemerdekaan RI, Nusantara Baru Indonesia Maju