Lebih lanjut, FX Dapiyanta menyebutkan, Merdeka belajar relevan dengan filosofi: humanisme, konstruktivisme, progresivisme.
"Humanisme merupakan kebebasan, pilihan personal dalam mengaktualisasikan diri, mengembangkan potensi, berfungsi dan bermakna bagi lingkungannya, seperti Sekolah Mangunan, Sanggar Anak Alam (SALAM), SMP Tohibah Salatiga, dan sebagainya," imbuhnya.
Konstruktivisme: kemerdekaan dalam menggali dan mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilan.
Progesivisme: kesadaran dalam proses dan perjalanan (sedang menjadi, bukan telah jadi) - kemerdekaan guru untuk mengeksplorasi dan mengoptimalkan potensi siswa.
Baca Juga: Jelang Lebaran, Bupati Magelang Larang ASN Menerima atau Meminta Gratifikasi
Sementara Dapiyanta mengajak para guru berdialog seputar seandainya para siswa itu diberi pilihan boleh ikut pelajaran atau tidak, apa pilihan murid? Apa makna belajar bagi murid?
Pertanyaan untuk para guru: apakah para guru suka belajar? Belajar menjadi beban atau sebuah kebahagiaan? Apakah belajar hanya terkait denan ekonomi (mencari kerja) atau hidup adalah belajar?
Drs. Sutarta, MM dalam materi Kurikulum Merdeka: Pembelajaran dan Asesmen Diagnostik mengajak para guru menyampaikan pengalaman pembelajaran menggunakan Kurikukulum Merdeka.
Baca Juga: Pelaku Perampokan Sopir Taksi Online Modus Cekoki Kecubung Ditangkap
Sutarta juga mendasarkan materinya pada PerMen 16 Tahun 2022 tentang Standar Proses, PerMen 21 Tahun 2022.
Lebih lanjut dijelaskan, Merdeka artinya guru dapat menyusun sendiri sesuai kondisi di sekolah.
“Pembelajaran Kurikulum Merdeka mengarah pada proses interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif dan memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, kemandirian sesuai bakat, minat dan perkembangan fisik, serta psikologis peserta didik," bebernya.
Baca Juga: Horoskop Shio Ayam Sabtu 15 April 2023 Lindungi Kehidupan Pribadi Mereka dari Pandangan Orang Luar
Pemerintah tidak mengatur pembelajaran dan asesmen secara detail dan teknis.