Pertunjukan Teater 'Mangiring' di PSBK, Komunitas Sakatoya Kritisi Konsep Adat Istiadat Batak

photo author
- Minggu, 26 November 2023 | 13:55 WIB
Salah satu adegan dalam pementasan teater Mangiring di PSBK. (Foto: Teguh Priyono)
Salah satu adegan dalam pementasan teater Mangiring di PSBK. (Foto: Teguh Priyono)

"Ulos Mangiring itu simbolik doa doa kesehatan kepada anak yang bakal lahir serta doa untuk keluarga agar selamat dan bahagia," urai Miftahul.

Tetapi ulos itu justru menjadi mala petaka ketika anak yang diharapkan lahir laki laki ternyata yang lahir adalah anak perempuan (Uli), inilah yang kemudian memicu pertengkaran dalam keluarga Domu.

Baca Juga: SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta Angkatan 2002 Gelar Reuni, Fuad Aditya Terpilih Jadi Ketua Alumni

Di satu sisi Domu menerima itu sebagai berkat tetapi lain halnya dengan Sondang (ibu Domu) yang selalu mempersoalkan penerus marga.

Konflik yang demikian berat bagi Domu, dia harus patuh pada inang, sementara dia juga tidak mau melukai perasaan Lamtiur yang sudah merasa terhina oleh mertuanya.

Cerita ini begitu halus diracik Miftahul dengan tidak mempertemukan Lamtiur dengan Sondang dalam satu adegan dialog.

Baca Juga: Ramalan Zodiak Aquarius dan Pisces Minggu 26 November 2023 Bersikaplah Tegas dan Energik, Promosikan Ide-Ide Anda dengan Berani

Justru peran Domu sedemikia kompleks, dia harus melayani amarah inangnya dan juga harus berhadapan dengan kegelisahan dan sakit hati Lamtiur.

Manajemen konflik sedemikian apik terjadi dalam tata alur cerita yang dinamis.

Tampak kekuatan akting serta penguasaan tata bahasa Batak serta intonasi berikut logat Batak yang mantap dan kental meluncur seperti percakapan keseharian adanya.

Adegan demi adegan memiliki kekuatan emosi yang mengaduk aduk perasaan penonton, meski dalam adegan ini mirip dengan monolog yang hidup seperti melibatkan penonton sebagai pemain pasif bagian dari pementasan yang menjadi obyek kekesalan sang tokoh.

Baca Juga: Satpol PP Kota Yogyakarta Tertibkan Ribuan APK Langgar Aturan di Sepanjang Sumbu Filosofi

Sebagai tontonan pementasan ini sangat  menghibur jika dianggap menjadi refleksi terhadap adat istiadat Mangiring juga memberikan ruang diskusi untuk mengkaji ulang relevansi adat terhadap kehidupan berkeluarga masyarakatnya.

Meski tidak diungkap secara tegas, akhir cerita ini adalah hancurnya biduk keluarga Lamtiur pergi, Domu sendiri tak bisa menentukan arah penyelamatan.

Sedangkan Uli sebagai anak tetap saja harus menderita sebagai korban hancurnya rumah tangga.**

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Agoes Jumianto

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X