“Setiap hidangan jadikan cerita,” pintanya.
Dengan cara apa? Salah satunya dengan menyampaikan apa yang khas dari hidangan itu. Untuk ini, chef harus memiliki kemampuan komunikasi yang baik. Bukan hanya kepada tamu, namun juga kepada tim.
Winston lalu menjelaskan pentingnya kemampuan mengungkit penjualan (upselling). Jangan hanya diam ketika menyodorkan menu. Berkata-katalah apa menu yang istimewa.
Kata Winston, banyak tamu pada awalnya tidak tahu apa yang mau mereka pesan. Dengan upselling, bukan hanya tamu terbantu, tapi menu yang awalnya tidak favorit bisa terangkat.
Di belakang, tidak ada bahan makanan atau minuman yang tersisa atau terbuang. Penghematan lewat pengungkitan pada ujungnya mempengaruhi pendapatan perusahaan.
Untuk itu, chef dan F&B manager dimintanya rajin turun ke bawah. Menyapa tim. Ngobrol. Cek dapur. Cicipi setiap masakan setiap hari untuk pastikan kualitas rasa dan penyajian. Dengan begitu terjadi saling respek. Ciptakan rasa berharga lewat apresiasi.
"Ini supaya tim dapur juga memiliki kebanggaan atas setiap detail hidangan yang mereka masak dan sajikan. F&B is not a job. It’s a craft,” tukasnya.
Baca Juga: Pesan Haru Thariq Halilintar usai Dikaruniai Anak Pertama: Akhirnya Berada dalam Pelukan Kami
Perhatian-perhatian kecil, detail, dan personal itu penting. Hospitalitas dimulai dari sini. Tugas pemimpin mengerjakan ini sepenuh hati.
Memimpin Gen Z: Menjadi Teman, Menjadi Figur
Pertanyaan berikutnya, bagaimana menjadi pemimpin yang sepenuh hati itu? Terutama, bagaimana menjadi pemimpin bagi gen z, pekerja-pekerja zaman ini?
Yohanes Sulistiyono Hadi dan Berry Naurika, Regional General Manager Archipelago International dari dua area berbeda di Indonesia, berbagi pengalaman.