Teknologi ini dapat mempercepat produksi, meningkatkan kualitas audio-visual, serta menganalisis data penonton untuk pengambilan keputusan editorial yang lebih tepat.
Namun, ia mengingatkan agar redaksi tetap melibatkan manusia dalam proses editorial.
“AI bisa membantu kerja redaksi, tapi jangan sepenuhnya diserahkan pada mesin. Tetap harus ada human in the loop, agar berita tidak kehilangan akurasi dan nilai etikanya,” katanya.
Baca Juga: Cegah Stunting Lewat Edukasi Seputar Gizi dan Lingkungan Bersih, Menuju Festival Keluarga Sehat 2025
Risiko AI: Deepfake dan Disinformasi Ancam Kredibilitas Media
Nezar juga menyoroti bahaya penyalahgunaan AI, seperti deepfake, disinformasi, dan halusinasi data.
Ia mencontohkan kasus lembaga survei di Australia yang harus membayar denda 440 ribu dolar karena menggunakan data buatan AI tanpa verifikasi manusia.
Baca Juga: Satu Tahun Program Musik Main-Main di Cipete, Eno Suratno Wongsodimedjo Buka Pintu Sponsor
Jurnalisme Tetap Jadi Nyawa Media
Kementerian Komunikasi dan Digital, lanjut Nezar, terus mendorong inovasi media nasional agar mampu memanfaatkan teknologi tanpa kehilangan esensi jurnalisme.
“Teknologi bisa dipelajari, tapi jurnalisme harus tetap jadi nyawa kita. Media yang bertahan bukan yang paling cepat beradaptasi secara teknis, tapi yang tetap menyajikan informasi benar dan membela kepentingan publik,” tutupnya.**
Artikel Terkait
Gembar-gembor Berantas Judi Online, Jebul Pegawai Komdigi Malah Lindungi Judol hingga Untung Rp8,5 Miliar
Baru Kemarin Teken Pakta Integritas, Meutya Hafid Auto Puyeng Usai Belasan Oknum Pegawai Komdigi Konangan Bina Judi Online
Rencana Komdigi Batasi Penggunaan Media Sosial untuk Anak, DPR RI: Nggak Bisa Diputuskan Seketika
Perkuat Perlindungan Masyarakat di Ruang Digital, Komdigi Terapkan SAMAN Mulai Februari 2025
Internet Murah Rp100 Ribu untuk 100 Mbps akan Segera Terwujud, Komdigi Ungkap Fakta Ini
Ramai Isu 'Peduli Lindungi' Disusupi Judol, Aplikasi Kesehatan di Era Covid-19 Itu Kini Diblokir Komdigi