Sengketa bermula dari tumpang tindih hak atas lahan yang sama. PT Hadji Kalla memiliki sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) yang diterbitkan Kantor Pertanahan Makassar pada 8 Juli 1996 dan berlaku hingga 2036.
Sementara GMTD mengklaim Hak Pengelolaan Lahan (HPL) berdasarkan kebijakan Pemda Gowa dan Makassar sejak 1990-an.
Persoalan makin kompleks dengan adanya gugatan dari Mulyono dan putusan Pengadilan Negeri Makassar tahun 2000 yang memenangkan GMTD dalam perkara melawan Manyombalang Dg. Solong.
Namun, Nusron menegaskan bahwa putusan tersebut hanya mengikat pihak yang berperkara dan ahli warisnya, tidak otomatis berlaku terhadap pihak lain di lokasi yang sama.
“Fakta hukum menunjukkan PT Hadji Kalla punya hak atas dasar penerbitan yang berbeda,” tutup Nusron.**
Artikel Terkait
Sengketa Tanah Rp3,3 Miliar Mat Solar Akhirnya Rampung! Ini Waktu Pencairan Uangnya ke Keluarga
Penantian Bertahun-tahun Terbayar Sudah, Keluarga Mat Solar Akhirnya Terima Uang Rp3,3 Miliar dari Sengketa Tanah
Mengaku Capek 10 Tahun Lihat Konflik Sengketa Tanah Atalarik Syach, Attila Turun Tangan Bayar Rp850 Juta
3 Fakta di Balik Keputusan Prabowo soal 4 Pulau Sengketa yang Diklaim Sah Milik Aceh, Bukan Sumut
Kemendagri Angkat Bicara Soal Sengketa 13 Pulau Trenggalek-Tulungagung: Ternyata Ada 16 dan Sementara Masuk Wilayah Jatim
Babak Baru Sengketa Lahan Hotel Sultan: Gugatan Wanprestasi Dipersoalkan, Pengacara Sebut Tak Ada Perjanjian