"Hal ini juga sesuai dengan pegangan hidup masyarakat Yogyakarta, yaitu 'Memayu Hayuning Bawana' yang bermakna bagaimana cara hidup yang kita lakukan bisa memperindah kehidupan asli yang sudah indah dari Tuhan," ungkap Darmawan.
Darmawan menjelaskan, selain membangun pembangkit energi baru terbarukan, PLN juga terus melakukan inovasi untuk menurunkan emisi.
Salah satunya dengan menerapkan teknologi co-firing di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
Saat ini total terdapat 69 Giga Watt (GW) PLTU yang beroperasi di Indonesia.
Kebutuhan batubaranya sekitar 160 juta ton dalam satu tahun.
"Untuk mengurangi emisi, kami mensubstitusi sebagian batu bara dengan biomassa untuk bahan bakar pembangkit," jelas Darmawan.
Hingga 2025 mendatang PLN Grup membutuhkan pasokan biomassa sebanyak 10,58 juta ton.
Untuk itu, keterlibatan masyarakat sangat penting.
Masyarakat bisa menjadi pelaku utama dalam memasok kebutuhan biomassa PLN melalui pengembangan hutan energi maupun pengolahan sampah.
Peran Pemerintah daerah dan Kesultanan Yogyakarta menjadi krusial.
Sebab, dukungan dari dua pihak ini maka lahan tidur atau lahan kritis bisa dimanfaatkan masyarakat untuk menanam tanaman energi.
Baca Juga: Waduhhh! Anak Pedangdut Lilis Karlina yang Masih SMP Ditangkap Polisi karena Edarkan Narkoba
Dampaknya, selain bisa membuat lahan tidur ini menjadi lahan hijau, masyarakat langsung bisa merasakan manfaat dari pengelolaan hutan energi ini.
"Ini bentuk nyata dari ekonomi kerakyatan, dimana masyarakat terlibat aktif melalui dukungan pemerintah."
Artikel Terkait
Konsisten Dorong Transisi Energi, PLN Raih Penghargaan Internasional The Best Green Loan
Percepat Transisi Energi, PLN Raih Dukungan Pembiayaan Rp10,7 Triliun dari Bank Jerman
Muluskan Jalan Transisi Energi, PLN Kolaborasi dengan Jepang Bangun Ekosistem EBT di Indonesia
Mau Beli Motor Listrik Lewat Aplikasi PLN Mobile? Begini Caranya
PLN Siapkan Sistem Terintegrasi Pelayanan Kendaraan Listrik di Aplikasi PLN Mobile