5. Apresiasi Keberagaman – Melihat perbedaan sebagai keindahan dalam karya Tuhan.
Baca Juga: Asuransi Syariah di Persimpangan: Modal Meningkat, Kepercayaan Publik Diuji
Difabel Berhak Beribadah dengan Damai
Panitia kegiatan, Maria Tri Suhartini, menyampaikan bahwa sarasehan ini lahir dari kerinduan para difabel dan keluarganya untuk saling berbagi pengalaman iman.
Ia menegaskan bahwa akses terhadap tempat ibadah adalah hak semua umat.
“Difabel bisa mengakses tempat ibadah, itu hak semua. Gereja berupaya memberikan aksesibilitas dan advokasi agar setiap umat dapat beribadat dengan damai,” ujarnya.
Hapus Stigma, Beri Ruang untuk Berkarya
Pemerhati disabilitas, Angga Yanuar, dalam paparannya menyoroti pentingnya menghapus stigma dan prasangka yang masih melekat dalam lingkungan iman.
Ia menekankan bahwa memisahkan seseorang dari hak menentukan arah hidup dan imannya sendiri berarti menjadikannya objek, bukan subjek.
“Gereja yang inklusif adalah gereja yang berani memberi ruang bagi setiap umat untuk menentukan arah hidup dan imannya sendiri,” tegas Angga.
Romo Koko menutup sarasehan dengan pesan pastoral yang menyentuh: “Kita semua adalah satu tubuh Kristus. Masing-masing memiliki keunikan dan kemampuan berbeda. Mari membuka hati dan memberi ruang bagi semua untuk berkarya, beriman, dan bersaksi bersama.”
Sarasehan ini menjadi momentum penting untuk memperkuat komitmen Gereja dalam membangun komunitas yang ramah, adil, dan inklusif bagi semua umat, tanpa kecuali.**
Artikel Terkait
Gelar Doa dan Zikir Kemerdekaan ke-80 RI, Zuhdi Muhdlor: Jatman Tidak Berpolitik
Silaturahmi Lintas Iman di Syantikara, Nonton Bareng hingga Sharing Toleransi
Sosialisasi Sejarah dan Nilai-Nilai Kepakualaman di Bantul Libatkan Masyarakat Sejarah dan Generasi Muda
Digelar Ketiga Kalinya, Ziarah Jalan Kaki Tugu Jogja – Sendangsono 28 September 2025 Targetkan 300 Peserta
Dialog Budaya Malam Sabtu Kliwon Babar Karawitan dan Macapat Cengkok Pakualaman
RS Panti Rapih Beri Pembekalan Pamulasaraan Jenazah di Santa Maria Assumpta Gamping