SENANGSENANG.ID - Dalam menghadapi krisis sampah dan air yang kian memprihatinkan, Komisi Keadilan, Perdamaian, dan Keutuhan Ciptaan (KPKC) Kevikepan Yogyakarta Timur bekerja sama dengan Gerakan Laudato Si’ Indonesia-Chapter Yogyakarta menggelar seminar bertajuk “Membangun Gerakan Partisipatif Pengelolaan Sampah untuk Merawat Bumi dan Air”.
Acara berlangsung pada Minggu 23 Maret 2025 di Ruang Audio Visual Gedung Thomas Aquinas, Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), dengan dihadiri ratusan peserta dari berbagai komunitas lingkungan, akademisi, dan masyarakat umum.
Dalam sambutannya, Agustinus Sumaryoto, Ketua Komisi KPKC Kevikepan Yogyakarta Timur, menekankan urgensi keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah.
“Kami berharap seminar ini tidak sekadar menjadi ruang diskusi, tetapi juga memantik gerakan nyata di tingkat komunitas. Setiap individu memiliki peran penting dalam mengurangi dan mengelola sampah dengan bijaksana,” ujar Agustinus.
Krisis Sampah dan Air: Tantangan di Yogyakarta
Data dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) DIY menunjukkan bahwa Yogyakarta memproduksi sekitar 1.300 ton sampah per hari, dengan 60% di antaranya merupakan sampah organik yang seringkali tidak terkelola dengan baik.
Baca Juga: Waduhh! Gaji Staf SPPG Nunggak Selama 3 Bulan, Ketua BGN Minta Maaf dan Sampaikan Alasan Ini
Penutupan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan akibat kelebihan kapasitas memperburuk situasi ini.
Selain itu, pencemaran sungai oleh limbah domestik turut mengancam kualitas air bersih.
Menurut Agustinus Irawan, S.T., salah satu pembicara, kesadaran masyarakat menjadi faktor kunci dalam pengurangan sampah.
Baca Juga: Soroti Isu Royalti, Ariel NOAH Ungkap Belum Ada Keadilan untuk Pencipta dan Pengguna
“Jika setiap rumah tangga memilah sampah organik dan anorganik, beban TPA akan jauh berkurang. Sampah organik dapat diolah menjadi kompos, sementara sampah anorganik bisa didaur ulang atau dimanfaatkan kembali,” jelasnya.
Solusi Berbasis Komunitas