Baca Juga: Wayang Kulit Rasa Anak Muda: ISI Surakarta Hadirkan Kolaborasi Animasi
Investigasi Konflik
Penelitian akademik menyebutkan bahwa akar konflik tambang Tumpangpitu adalah ketidakselarasan kepentingan antara ekonomi, lingkungan, dan sosial.
- Ekonomi: Tambang dianggap aset strategis bagi negara.
- Lingkungan: Eksploitasi menyebabkan degradasi lanskap dan sumber daya alam.
- Sosial: Masyarakat lokal merasa kehilangan ruang hidup dan identitas budaya.
Baca Juga: Perjuangan Nabila/Nahya dan Verrell/Adrian Berakhir di Amongrogo
Konteks Aksi Terbaru
Aksi warga Pesanggaran pada 12 November 2025 menjadi kelanjutan dari sejarah panjang penolakan tambang. Spanduk bertuliskan “Kalian Keruk Gunung, Kami yang Tertimbun Derita” bukan sekadar slogan, melainkan refleksi penderitaan yang telah berlangsung selama tiga dekade.
Dengan memasukkan latar belakang konflik ini, berita tentang aksi warga Banyuwangi semakin kuat: demonstrasi bukan hanya reaksi sesaat, melainkan bagian dari perjuangan panjang mempertahankan Gunung Tumpangpitu sebagai sumber kehidupan.
Artikel Terkait
Sepakat! Warga Wadas Akhirnya Setujui Pembebasan Lahan Tambang Batu Andesit Pembangunan Bendungan Bener
Susi Pujiastuti: Laut Itu Tidak Seperti Tambang yang Bisa Dikapling-kapling, Kita Harus Miliki Kedaulatan
Tanggapi Pekerja yang Protes soal Izin Tambang Gunung Kuda Dicabut, Dedi Mulyadi: Orang Lain Nangis Kehilangan Nyawa
Kunjungi Pulau Gag, Bahlil Disambut Warga yang Minta Tambang Nikel Tetap Beroperasi
Gubernur Elisa Kambu Tegaskan Pulau Gag Tidak Tercemar Tambang Nikel: Pemberitaan Itu Hoaks
Warga Banyuwangi Menangis, Gelar Aksi Tolak Tambang Tumpangpitu