SENANGSENANG.ID — Air minum dalam kemasan (AMDK) yang berasal dari pegunungan dikenal karena kesegarannya dan kandungan mineral alaminya.
Namun, di balik kemurnian tersebut, tersimpan proses panjang dan kompleks yang membutuhkan kajian ilmiah mendalam serta investasi biaya yang tidak sedikit.
Pakar hidrogeologi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Dasapta Erwin Irawan, mengungkapkan bahwa industri AMDK tidak bisa sembarangan mengambil air dari sumber pegunungan.
Baca Juga: Satu Unit Airbus A400M Tiba di Indonesia, Prabowo Siap Tambah 4 Pesawat Lagi
Sebelum pengeboran dilakukan, perusahaan harus memastikan bahwa sumber air baku berasal dari akuifer dalam yang berkelanjutan dan bebas kontaminasi.
“Air pegunungan berasal dari lapisan akuifer dalam, terbentuk dari proses infiltrasi air hujan yang berlangsung sangat lama,” ujar Dasapta, yang juga menjabat sebagai Wakil Dekan Bidang Sumberdaya Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB, Senin (3/11/2025).
Ia menjelaskan bahwa air yang meresap ke dalam tanah menuju akuifer dengan porositas dan permeabilitas tinggi memiliki kualitas lebih baik dibandingkan air permukaan atau mata air terbuka yang rentan tercemar.
Baca Juga: Festival Budaya Ndesa Kluthuk 2025 Sukses Digelar, Dorong Seni dan UMKM Lokal
Kajian Ilmiah dan Teknologi Isotop
Menurut Dasapta, perusahaan AMDK wajib melakukan pemetaan dan perlindungan terhadap daerah resapan air untuk menjaga keberlanjutan debit air.
Salah satu metode yang digunakan adalah analisis hidrogeologi canggih, termasuk teknologi isotop untuk melacak asal-usul air.
“Itu mahal karena melibatkan banyak ilmu,” tegasnya, merujuk pada biaya studi awal yang harus ditanggung perusahaan.
Baca Juga: Cegah Stunting Lewat Edukasi Seputar Gizi dan Lingkungan Bersih, Menuju Festival Keluarga Sehat 2025
Regulasi Ketat dan Pengawasan Berlapis