MK Siap Gelar Sidang Perdana Uji Pasal Penghinaan Presiden

photo author
- Selasa, 15 Oktober 2024 | 19:05 WIB
Ilustrasi pimpinan sidang pada sidang perdana pengujian materiil Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana terhadap UUD 1945. (Youtube.com/ MK)
Ilustrasi pimpinan sidang pada sidang perdana pengujian materiil Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana terhadap UUD 1945. (Youtube.com/ MK)

SENANGSENANG.ID - Mahkamah Konstitusi (MK) siap menggelar sidang perdana pengujian materiil Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana terhadap Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945).

Sidang tersebut menguji terkait pasal penghinaan kepada Presiden dengan agenda Pemeriksaan Pendahuluan.

Permohonan dengan nomor perkara 143/PUU-XXII/2024 ini diajukan oleh Muhammad Amir Rahayaan dan dua rekannya.

Baca Juga: Ketika Seekor Bayi Kuda Nil Menggemparkan Dunia Kecantikan, Bikin Kaum Hawa Auto Minder

Berdasarkan siaran pers MK pada Selasa (15/10/2024), menurut Para Pemohon, Pasal 218 dan Pasal 219 UU Nomor 1 Tahun 2023 tidak tepat diterapkan dalam sistem negara demokrasi berbasis republik seperti Indonesia.

Pasal 218 ayat (1) menyatakan bahwa seseorang yang menyerang kehormatan atau martabat Presiden atau Wakil Presiden di muka umum dapat dipidana penjara hingga 3 tahun 6 bulan atau didenda.

Ayat (2) menyatakan bahwa tindakan tersebut tidak dianggap sebagai penghinaan jika dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.

Baca Juga: Sheila on 7 Obati Kangen Penggemarnya Bareng DRW Skincare di JEC, Intip Momen Meriahnya

Sementara Pasal 219 mengatur pidana hingga 4 tahun 6 bulan bagi mereka yang menyebarluaskan tulisan atau gambar yang menghina Presiden atau Wakil Presiden melalui media informasi.

Pemohon berpendapat bahwa pasal-pasal tersebut lebih sesuai untuk sistem negara monarki yang menerapkan konsep "Lèse Majesté", yaitu perlindungan hukum khusus terhadap penguasa.

Di negara demokrasi, Presiden dan Wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat dan bukanlah simbol negara seperti dalam monarki.

Baca Juga: Happening Art I Made Arya Dedok di Nawasanga Forest Art Camp#9 Candimulyo Magelang

Oleh karena itu, pengaturan tersebut dianggap tidak relevan dan berpotensi menimbulkan kediktatoran serta membatasi kebebasan berpendapat.

Pemohon juga menyatakan bahwa penggunaan konsep "Primus Interpares" atau "yang pertama di antara yang setara" untuk melindungi kehormatan Presiden dan Wakil Presiden tidak sesuai.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Agoes Jumianto

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Aksi Penutupan Aplikasi 'Mata Elang' Heboh di Medsos

Kamis, 18 Desember 2025 | 09:44 WIB
X