SENANGSENANG.ID - Deretan rumah bambu di pinggir Kali Code yang dibangun artistik di sisi selatan bawah jembatan Gondolayu Yogyakarta pernah menjadi salah satu ikon kota yang fenomenal.
Sampai sekarang sisa-sisa keindahan itu masih bisa kita lihat dan bahkah terus dirawat. Itulah salah satu arsitektur legendaris karya Romo YB Mangunwijaya, yang cukup mengakar di masyarakat dengan sederet narasi di dalamnya.
Romo Mangun, demikian akrab disapa, menjadi sosok yang bukan hanya dikenal dengan karya arsitekturnya saja, tetapi juga pemikiran dan tindakannya yang sentiasa memanusiakan manusia dan lingkungannya.
Baca Juga: Kunjungan Paus Fransiskus ke Masjid Istiqlal, Bukti Nyata Toleransi Beragama di Indonesia
Untuk mengenang 25 tahun meninggalnya Romo Mangun, Ikatan Alumni Filsafat dan Teologi (Ikafite) Universitas Sanata Dharma (USD) di Yogyakarta, menggelar sarasehan mengenang hidup dan karya Romo Mangun di aula Paroki Yohanes Rasul Pringwulung, Minggu 25 Agustus 2024.
Sarasehan yang digagas untuk mengerucutkan gerakan mengusulkan Romo Mangun menjadi pahlawan nasional ini diikuti 77 Sahabat Mangun lintas iman.
Apa saja pemikiran dan tindakan Romo Mangun yang membuatnya layak menjadi pahlawan nasional? Apa pula relevansi kepahlawanannya untuk Indonesia kini dan ke depan?
Dua pertanyaan itu membingkai sarasehan yang dipandu AA Kunto A. Ada beberapa narasumber yang diundang untuk menghadirkan pengalaman perjumpaan dan perjuangan bersama Romo Mangun.
Ada yang mewakili Komunitas Code, Grigak, dan Kedungombo. Ada yang mengupas karya sastra Romo Mangun. Ada pula yang mengisahkan kemanusiaan Romo Mangun yang melampaui sekat agama.
Kunarwoko, panitia dari Ikafite, mengajak merefleksikan apa yang pernah dikatakan Romo Mangun, “Kita harus berpihak pada orang kecil, sebagaimana yang dilakukan oleh Yesus sendiri.”
Slamet membuka cerita. Ia mewakili warga Code yang ketika masih duduk di bangku sekolah dasar mengalami langsung kehadiran Romo Mangun di sisi selatan jembatan Gondolayu, tak sampai 500 meter sisi timur Tugu Yogyakarta.
Slamet ingat bagaimana sosok Romo Mangun hadir bukan sebagai pastor. Romo Mangun hadir membangun dua rumah. Rumah pertama disebut rumah kereta. Bentuknya memanjang lalu disekat-sekat.
Artikel Terkait
Desain Arsitektur Berjudul Arthadyaksa dari Jakarta Juara Lomba Desain Gedung LPS di Ibu Kota Nusantara
Keindahan Kiswah Ka'bah Kini Ada di Jakarta, Begini Pandangan Buya Yahya dan Arsitek Ridwan Kamil
Selain Kota Pelajar dan Wisata, Jogja Punya Julukan Baru sebagai 'Kota Tukang Parkir', Piye Menurutmu Dab?
Tim Peneliti BRIN Temukan Lukisan Gua Tertua di Dunia Berusia 51.200 Tahun di Leang Karampuang Sulsel
Ini Lukisan Gua Tertua di Dunia Temuan BRIN di Gua Leang Karampuang Sulsel Berusia 51.200 Tahun
Bukan karena Ada Mahkluk Luar Angkasa, tapi karena Hal Ini Kampung di Kota Jogja Ini Diberi Nama 'Kampung UFO'