Ia mengenang almarhum Mbah Maridjan sebagai sosok yang rajin dan serba cekatan.
“Jalan rusak itu pokoknya segera diperbaiki karena kalau hujan jeglong-jeglong. Itu diuruk, air-air disimpangkan ke samping. Dibuat selokan-selokan. Rajin.”
Mbah Asih mengakui selama ini, sebelum pensiun dari posisi karyawan swasta, ia belum sepenuhnya fokus berperan sebagai Abdi Dalem.
“Harus berlatih. Saya harus belajar, tentang unggah-ungguh, budaya. Saya pengin. Sampai sekarang pun masih belajar,” ujarnya.
Baca Juga: Tuan Rumah Piala Dunia U20 2023 Segera Diumumkan, Sanksi untuk PSSI Menanti
Ia terutama, ingin memperdalam bahasa Bagongan, bahasa Jawa yang khusus digunakan oleh Abdi Dalem di dalam keraton dan tradisi-tradisi keraton lainnya.
Anak-anak muda ia harapkan juga mau terus belajar, termasuk mempelajari budaya.
“(Mungkin terkesan) kuno, tapi harus tahu. Paling tidak tahu, syukur sampai belajar dan mendalami karena namanya budaya setiap daerah mempunyai budaya masing-masing dan itu harus dimengerti,” pesannya.**
Sebagaimana dikutip dari www.kratonjogja.id
Artikel Terkait
Sukses Ciptakan Aplikasi Peminjaman Syari’ah, Mahasiswa UMKU Raih Juara Nasional di Ajang Ini
Keterbatasan Fisik Tak Halangi Syifa Raih Prestasi, Kagumi Stevie Wonder dan Pernah Tampil bersama Sujiwo Tejo
Peringati Serangan Umum 1 Maret, Keraton Yogyakarta Gandeng Musisi Yogya Gelar Pentas Musikan Mandalasana
Angkat Harkat Gerabah, Heru 'Anglo' Siswanto Bangga Jadi Seniman Terakota
Jangan Sembarangan Bikin Pasukan Bregodo Mirip Punya Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Ada Unggah-ungguhnya
Dr. KRT. Akhir Lusono Pelestari Seni dan Sastra Jawa, Mantap Berhikmat di Muhammadiyah