Baca Juga: Suzuki Fronx Siap Mengaspal di Indonesia, Desain Coupe SUV dengan Lekukan Dinamis dan Sporty
Diskusi tersebut bahkan dibukukan dengan judul “Jihad Menegakkan Kedaulatan Pangan: Suara dari Bulaksumur” yang diterbitkan oleh UGM Press tahun 2012.
Program makan bergizi gratis (MBG) yang menjadi flagship pemerintahan ini sangat sesuai dengan impian Prof Ali.
"Makan bergizi ini mau tidak mau bicara tentang protein hewani, khususnya hasil ternak: daging, telur, susu. Maka minum susu gratis juga menjadi salah satu impian dan perjuangan untuk menjadi program prioritas negara" jelasnya.
Baca Juga: Geber Promo Nissan Serena e-Power di Semarang, Segini Harganya di Kota Lumpia
Stunting: Ancaman Bonus Demografi
Salah satu kekawatiran besar Prof Ali adalah masalah stunting yang mengancam hampir 30% anak Indonesia di bawah lima tahun.
Ia memperingatkan bahwa tanpa penanganan serius, Indonesia bisa mengalami "katastrof demografi" alih-alih bonus demografi.
"Kita sering disebut memiliki bonus demografi. Akan tetapi kalau SDM ini sebagai generasi penerus tidak disiapkan dengan baik, yang terjadi bukan bonus demografi, tetapi katastrof demografi," tegasnya.
Protein hewani adalah kunci mengatasi stunting. "Stunting itu indikasi karena kurang gizi. Kalau kurang gizi berarti pertumbuhannya terhambat sehingga kerdil, otaknya pun tidak cerdas," paparnya.
Telur memiliki kandungan gizi hampir sempurna dengan tingkat penyerapan 99,9%. "Telur itu 99,9%, terserap. Jadi kalau anak-anak itu makan telur, protein hewaninya, asam-asam aminonya ada, vitamin-vitamin, mineral-mineral komplit lengkap, kecuali vitamin C," jelasnya.
Koperasi: Model Skandinavia untuk Indonesia
Untuk mewujudkan visi besar ini, Prof Ali menekankan pentingnya sistem kelembagaan yang kuat, khususnya koperasi. Ia terinspirasi model koperasi di negara-negara Skandinavia dan New Zealand yang berhasil memajukan sektor pertanian.