"Negara-negara maju seperti Skandinavia, Belanda itu maju karena salah satunya koperasi. Peternak-peternak sapi perah, petani-petani membentuk koperasi. Sampai memiliki bank yang disebut RabboBank," jelasnya.
Baca Juga: Marketplace Mider Diluncurkan: Platform Digital Lokal untuk Revitalisasi Pasar Kliwon Kudus
Model yang dikembangkan adalah koperasi multi pihak yang melibatkan berbagai sektor terkait.
"Koperasi susu multi pihak, tidak hanya peternak sapi perah saja, tapi ada yang bergerak di bidang pengolahan, pakan, breeding, research and development. Bahkan perbankan dan asuransi ikut," paparnya.
Filosofi yang dianutnya sederhana namun mendalam: "Koperasi spiritnya adalah kerja sama. Kerja sama spiritnya adalah gotong-royong. Gotong itu artinya berbagi beban, royong itu berbagi peran."
Menyiapkan SDM Unggul
Sebagai mantan Dekan Fakultas Peternakan UGM, Prof. Ali juga fokus pada pengembangan sumber daya manusia. Ia mengembangkan program kewirausahaan dan membuka Program Profesi Insinyur Peternakan pertama di Indonesia.
"Kurikulum dikembangkan supaya lulusan berani, mau, dan cukup pengetahuan serta keterampilannya untuk siap menjadi calon-calon pengusaha. Supaya mereka menjadi pengusaha bukan karena turun-temurun, tapi dibekali pengetahuan dan teknologi yang memadai" ungkapnya.
Program ini penting karena produksi protein hewani memerlukan penanganan profesional.
"Produksi protein hewani memang harus dikembangkan, dikelola, dikontrol, dirancang, dievaluasi oleh para ahli di bidang peternakan, mulai dari breeding, pakan, budidaya, pengolahan hasil ternak, tata niaga, dan sosial ekonominya," jelasnya.
Visi Indonesia Emas 2045
Menatap Indonesia Emas 2045, Prof. Ali meyakini bahwa kunci utama terletak pada sumber daya manusia. "Kalau kita bicara Indonesia 2045 atau 100 tahun Indonesia merdeka, maka kunci utama ada di SDM. Man behind the gun. Itu yang paling vital," katanya.